Jumat, 30 November 2018

Materi BIAS *Bab sholat-Jama'*

🌍 BimbinganIslam.com
Rabu, 20 Rabi'ul Awwal 1440 H /  28 November 2018 M
👤 Ustadz Fauzan ST, MA
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 56 | Shalāt Jama' Bagi Musafir
⬇ Download audio: bit.ly/BiAS-FZ-H056
〰〰〰〰〰〰〰

SHALĀT JAMA' BAGI MUSAFIR (BAGIAN 1)

بسم الله الرحمن الرحيم
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وبعد

Para sahabat bimbingan Islam yang dirahmati Allah.

Kita memasuki halaqah berikutnya, tentang shalat jama' bagi musafir.

Sebelum memasuki kitab, ada beberapa hal yang perlu diketahui:

(1) Jama' adalah rukhsah atau keringanan yang ada dalam syariat Islam, manakala adanya udzur atau kesusahan.

(2) Jama' bisa dilakukan antara shalat dhuhur dan ashar, kemudian antara shalat maghrib dan isya.

Dan tidak boleh menjama' sholat subuh, ataupun antara shalat ashar dan maghrib atau seluruh shalat dalam sekali waktu.

(3) Tidak ada kaitannya antara jama' dan qashar, namun keduanya adalah keringanan bagi seorang musafir.

Adapun qashar terkait dengan safar, sedangkan jama' terkait dengan masyaqqah atau kesulitan atau udzur.

Jadi mungkin saja seorang yang tidak safar, apabila ada udzur untuk menjama' sho
Alat, namun tidak di qashar.

(4) Jama' ada dua macam:

- Jama' taqdim, yaitu menggabungkan shalat diawal waktu, dan
- Jama' ta’khir, yaitu menggabungkan dua shalat diakhir waktu.

(5) Hukum jama' adalah boleh, dan melaksanakan rukhsah adalah mustahab atau sunnah.

(6) Tidak boleh seseorang menjama' tanpa alasan yang dibenarkan syariat atau tanpa udzur. Hal itu termasuk dosa besar.

قال المؤلف رحمه الله
((ويجوز للمسافر أن يجمع بين الظهر والعصر في وقت أيهما شاء))

Dan diperbolehkan bagi seorang musafir untuk menjama' (menggabungkan dalam satu waktu) antara dhuhur dan ashar di waktu mana saja yang diinginkan.

((وبين المغرب والعشاء في وقت أيهما شاء))،

Dan antara shalat maghrib dan Isya diwaktu mana saja yang diinginkan

Yaitu baik jama' taqdim (diwaktu awal) atau jama' ta’khir (diwaktu yang kedua).

Dan tidak boleh menjama' dengan subuh atau menjama' shalat ashar dengan maghrib.

Berdasarkan hadits yang diriwayatkan Muadz bin Jabal radhiyallahu 'anhu, beliau berkata:

 خَرَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ غَزْوَةِ تَبُوكَ ، فَكَانَ يَجْمَعُ الصَّلَاةَ ، فَصَلَّى الظُّهْرَ وَالْعَصْرَ جَمِيعًا ، وَالْمَغْرِبَ وَالْعِشَاءَ جَمِيعًا ، رواه مسلم

_Pada tahun terjadinya perang Tabuk, kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wassalam._

_Pada saat itu beliau menjama' shalat._

_Beliau menjama' dhuhur dan ashar sekaligus, dan antara maghrib dan isya sekaligus._

(HR. Muslim)

Beberapa permasalahan dalam jama'.

*_Masalah yang pertama: Urutan pelaksanaan shalat._*

Apakah disyaratkan tertib (sesuai urutan)?

Dijelaskan dalam Kifayatul Akhyar, disyaratkan tertib dalam jama' taqdim, namun dalam jama' ta’khir tidak disyaratkan.

Yang rajih adalah: disyaratkan secara mutlak.

وقال الشيخ ابن عثيمين رحمه الله :
" يشترط الترتيب بأن يبدأ بالأولى ثم بالثانية ؛ لأن النبي صلّى الله عليه وسلّم قال : ( صلوا كما رأيتموني أصلي ) ، ولأن الشرع جاء بترتيب الأوقات في الصلوات

Berkata Syaikh Utsaimin:

Dipersyaratkan untuk tertib (dilakukan secara berurutan, yaitu dengan mengerjakan yang pertama kemudian yang kedua), karena Nabi shallallhu 'alaihu wassalam bersabda:

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat.”

Dan syariat telah menjelaskan urutan waktu dalam shalat.

Dalam shalat jama', tidak boleh mendahulukan shalat yang kedua dari shalat yang pertama.

Misal, mendahulukan shalat ashar kemudian shalat dhuhur, atau shalat isya sebelum shalat maghrib, maka ini tidak sah, karena tidak sesuai dengan urutannya.

Apabila seorang yang berniat jama' antara dhuhur dan Ashar, kemudian mendapati Imam shalat Ashar.

Maka Makmum mengikuti imam dan meniatkan sholat dhuhur

Apabila Seorang yang berniat jama' antara maghrib dan Isya, kemudian mendapati Imam shalat isya, maka hendaknya dia shalat bersama imam dengan berniat shalat maghrib.

Apabila imam sudah shalat satu rakaat, maka dia mengikuti tiga rakaat berikutnya, dan hal ini sudah mencukupi shalat maghrib.

Apabila makmum mengikuti sejak awal rakaat, maka pada saat imam berdiri unutk shalat rakaat yang ke empat, maka makmum menunggu sampai imam tasyahud kemudian salam bersama imam.

Perbedaan niat imam dan makmum, tidak mengapa.

Keteranagn di atas disarikan dari jawaban Syaikh bin Baz tentang masalah ini.

*_Permasalahan kedua: syarat niat dalam jama'_*

Dalam madzhab Syafi'i, disyaratkan untuk berniat sebelum shalat yang pertama ataupun dalam shalat yang pertama.

Yang rajih adalah boleh dijama' walaupun tidak berniat sebelumnya, selama sebabnya masih ada.

Ini adalah madzhab Hanafiyyah, dan perkataan sebagian ulama dari kalangan Malikyyah, dan sekelompok ulama Syafi'iyyah dan Hanabilah.

Pendapat ini dipilih oleh Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah, Syaikh bin Baz dan Syaikh Utsaimin.

*_Permasalahan ketiga: syarat muwalah atau dilakukan secara berkesinambungan._

Ini adalah syarat sebagaimana yang dikemukakan dalam madzhab Syafi'i’, Maliki dan Hambali.

Apabila terpisah dalam waktu yang sedikit maka tidak mengapa.

Apabila pemisahnya waktu yang panjang, maka tidak dilakukan shalat jama', melainkan shalat sendir-sendiri.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم تسليما كثير
____________________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000

📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*

___________________

Materi BIAS *Bab sholat-Qashar*

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 19 Rabi’ul Awwal 1440 H / 27 November 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 55 | Shalāt Qashar Bagi Musafir
⬇ Download Audio: http://bit.ly/BiAS-FZ-H055
〰〰〰〰〰〰〰

SHALĀT QASHAR BAGI MUSAFIR

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد


Sahabat bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita memasuki pembahasan tentang sholat seorang Musafir.

قال المصنف رحمه الله:
Penulis - rahimahullah - berkata:

(( و يجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط))

"Bagi seorang musafir (yaitu orang yang bepergian) diperbolehkan untuk mengqashar sholat yang empat rakaat (yaitu menjadikan sholat yang empat rokaat menjadi 2 rokaat) dengan ketentuan memenuhi 5 syarat:"

*Hukum Qashar*

Hukumnya adalah sunnah menurut mayoritas para ulama termasuk ulama syafi’iyyah.

Ini adalah rukhsoh atau keringanan dalam syariat yang Allāh berikan bagi orang – orang yang melakukan safar/perjalanan jauh.

Safar secara umum menimbulkan matsaqqah kondisi yang berat, apakah capai atau kelelahan ataupun kesulitan, oleh karena itu dalam kaedah fikih disebutkan

المشقة تجلب التيسير

Kesulitan menghasilkan kemudahan

Maksudnya syariat memberikan keringanan dan kemudahan dalam perkara-perkara yang menimbulkan masyaqqoh atau kesulitan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ

"Dan Allāh tidak menjadikan kesulitan bagi kalian dalam agama ini."

(QS Al Hajj: 78)

Dalil tentang bolehnya qashar dalam safar diantaranya firman Allah ta’ala:

{ وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ }

Apabila kalian bepergian dimuka bumi, maka tidak mengapa bagi kalian untuk mengqashar sholat.

(QS Annisā': 101)

Adapun sholat maghrib maka tidak diqashar dan tetap dilakukan 3 rakaat, berdasarkan hadits ibnu 'Umar, begitu pula sholat subuh, dan ini adalah ijmak.

Bolehnya Qashar dalam safar apabila memenuhi 5 syarat yang disebutkan dalam matan abi syuja’

*Syarat Yang Pertama*

((أن يكون سفره في غير معصية،))

1. Safar yang dilakukan bukan safar maksiat.

Karena rukhsoh atau keringanan tidaklah diberikan pada pelaku maksiat.
Oleh karena itu, bolehnya qashar meliputi safar yang wajib, seperti safar untuk menunaikan haji Islam, atau melunasi huang.

Begitu pula safar yang sunnah, seperti haji sunnah, umroh, silaturahmi dan lain-lain.
Juga termasuk safar yang mubah seperti safar untuk perdagangan yang mubah.

Adapun safar untuk tujuan maksiat atau mendatangi tempat maksiat atau dengan tujuan yang haram dan semisalnya, atau disebutkan dalam madzhab Syafi'i, safar yang tidak ada tujuannya, maka tidak diberi rukhsoh (keringanan) untuk menqashar sholat.

Bagaimana dengan orang yang menyengaja safar demi mendapatkan rukhsoh atau keringanan, seperti bolehnya berbuka puasa dan perkara-perkara yang rukhsoh lainnya dalam safar ?

Hukumnya orang tersebut tidak mendapatkan rukhsoh, hal,ini ditegaskan oleh fuqoha  Syafi’iyyah, Hanabilah, dan merupakan pendapat imam ibnul Qayyim dan syaikh Utsaimin.

*Syarat Yang Kedua*

((وأن تكون مسافته ستة عشر فرسخا بلا إياب ))

2. Jarak tempuh perjalanan mencapai minimal 16 farsakh, tanpa dihitung jarak perjalanan pulang.

Dari ibnu abbas beliau berkata:

((يا أهلَ مَكَّةَ، لا تَقْصُروا في أقلَّ مِن أربعةِ بُرُد  ، وذلِك مِن مَكَّةَ إلى الطَّائفِ وعُسْفَانَ))

Wahai para penduduk Mekkah, janganlah kalian menqashar sholat apabila kurang dari 4 burud, dan itu jarak dari mekkah ke Thaif dan 'Usfan.

Dikeluarkan imam Syafi'i dalam al Umm nya dan mensahihkan dari ibnu Abbas, ibnu Taymiyah dalam Majmu’ Fatawa dan ibnu Hajar dalam Talhis alHabir.

4 Burud = 16 farsakh = 48 mil = 88 km

Mengenai jarak tempuh yang diperbolehkan qashar, ada 2 pendapat yang paling terkemuka.

_Pendapat pertama:_

Jaraknya tertentu yaitu 88 km atau 16 farsakh, ini adalah pendapat Syafi'iyyah serta jumhur mayoritas ulama.

_Pendapat kedua:_

Yang menjadi patokan adalah kembali kepada urf atau kebiasaan masyarakat, bukan kepada jarak. Apabila dalam urf sudah dikatakan termasuk safar, apakah jaraknya lebih pendek atau lebih panjang dari 88 Km, maka termasuk safar. Apabila menurut urt tidak dikatakan safar maka tidak termasuk safar.

Ini adalah pendapat madzhab dzhohiriyah, sebagian Hanabilah, imam ibnu Qudamah, ibnu Taymiyyah, ibnul Qoyyim, asy Syaukani, asy Syinqithy, ibn 'Utsaimin dan al Albani, dengan dalil-dalil yang mereka kemukakan.

Pada intinya adalah tidak ada dalil tentang penentuan jarak dan semua dalil tentang safar mutlak, tidak menyebutkan jaraknya.


*Syarat Yang Ketiga*

((وأن يكون مؤديا للصلاة الرباعية.))

3. Telah menunaikan sholat yang empat rakaat.

Maksudnya adalah seseorang yang tertinggal sholat yang 4 rakaat dalam kondisi mukim, apabila safar, maka kewajiban orang tersebut tetaplah 4 rakaat dan tidak menjadi 2 rakaat walaupun dia safar. Karena beban 4 rakaat adalah beban pada saat dia mukim.

Dan apabila seseorang tertinggal sholat yang 4 rakaat dalam safarnya, apabila dilakukan dalam keadaan safar maka menjadi 2 rakaat, namun apabila dilakukan setelah selesai safar dan sudah sampai atau dalam keadaan mukim, maka kembali menjadi 4 rakaat.


*Syarat Yang Keempat*

((وأن ينوي القصر مع الإحرام.))

4. Meniatkan qashar tatkala takbiratul ihram.

Karena asal dari sholat adalah menyempurnakan menjadi 4 rakaat, maka apabila tidak berniat untuk qashar, maka wajib untuk menyempurnakan menjadi 4 rakaat kembali kepada asal.


*Syarat Yang Kelima*

((وأن لا يأتم بمقيم.))

5. Tidak bermakmum dengan imam yang mukim.

Apabila seorang musafir bermakmum bermakmum dengan imam yang mukim, baik sebagian rakaat ataupun seluruhnya, maka seorang yang musafir wajib untuk menyempurnakan sholatnya sebagaimana Imam yang mukim.

Demikian yang dapat disampaikan, semoga bermanfa'at.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
----------------------------------

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000

📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*


  1. ___________________

Materi BIAS *bab sholat*

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 18 Rabi’ul Awwal 1440 H / 26 November 2018 M
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 54 | Shalāt Berjama'ah
〰〰〰〰〰〰〰

بسم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله أما بعد


Para shahābat  BiAS yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita lanjutkan halaqoh yang ke-54 dan kita masuk pada fasal tentang Shalāt Berjama'ah Bagian ke-4

قال المصنف:

Berkata penulis rahimahullāh :

((وأي موضع صلى في المسجد بصلاة الإمام فيه وهو عالم بصلاته أجزئه ما لم يتقدم عليه))

"Ditempat mana saja seseorang shalāt di masjid dengan mengikuti shalāt Imām didalam masjid tersebut dan dia mengetahui shalāt Imām, maka shalātnya sah selama tidak berada didepan Imām"

Kita masuk pada pembahasan yang lain yaitu tentang posisi makmum dan Imām

Ada dua gambaran yang disebutkan oleh  penulis,

⑴ Bahwasanya Imām dan ma'mum  berada didalam masjid.

Atau kita dapat disimpulkan dengan judul masalah bagaimana "Hukum shalāt ma'mum sendirian dibelakang shaf (tidak menyambung shaf)" dalam arti masih didalam masjid akan tetapi ma'mum tersebut tidak bersama ma'mum yang lainnya di dalam shaf atau ma'mum tersebut berada berjauhan dari Imām namun masih didalam masjid.

⇛Pendapat Hanābilah dalam masalah ini hukum shalātnya tidak sah.

Beliau berdalil dengan hadīts hasan yang diriwayatkan oleh Imām Ahmad

عن علي بن شيبان – رضي الله عنه – أن النبي صلى الله عليه وسلم رأى رجلاً يصلي خلف الصف ، فلما انصرف قال له النبي صلي الله عليه وسلم : ( استقبل صلاتك,فإنه لا صلاة لمنفرد خلف الصف) ، وهو حديث حسن

"Dari Ali bin Syaiban Radhiyallāhu 'anhu, bahwasanya Nabi Shallallāhu 'alayhi wa sallam  melihat seseorang yang shalāt dibelakang shaf, tatkala orang itu sudah selesai maka Nabi pun berkata kepadanya "Ulangi shalātmu, karena tidak ada shalāt bagi seorang munfarid (shalāt sendirian) dibelakang shaf"

⇛Maksudnya tidak ada shalāt disini adalah tidak sah shalāt seseorang yang munfarid dibelakang shaf shalāt orang-orang.

⇛Disana ada pendapat Jumhur mayoritas ulamā bahwasanya shalātnya sah namun hal ini makruh.
Ini adalah pendapat Hanafiyyah Mālikiyyah dan Syāfi'iyah

Sebagaimana disebutkan penulis dalam masalah ini, maka sah shalāt seorang ma'mum dimana pun dia berada selama dia shalāt didalam masjid dengan 2 syarat.

Dua syarat itu adalah :

· Syarat Pertama | Ma'mun tersebut mengetahui shalāt Imām

Maksudnya mengetahui shalāt Imām adalah :

√ Apakah dengan melihat Imām secara langsung
√ Apakah melihat shaf ma'mum lainnya atau sebagian shaf ma'mum lainnya
√ Apakah mendengar suara, walaupun posisi orang tersebut tertutup dengan penutup atau ada pembatas baik berada diatas atau dibawah, dan walaupun tidak bersambung shafnya, selama berada didalam masjid dan mengetahui pergerakan-pergerakan (perpindahan shalāt Imām) maka sah shalātnya.

⇛Namun sebagian berpendapat bahwasanya orang ini walaupun sah shalātnya tidak mendapatkan pahala shalāt berjama'ah.

· Syarat yang kedua | Tidak berada didepan Imam.

Hukum shalāt ma'mum yang berada didepan Imām menurut mayoritas ulamā dari kalangan Hanafiyyah Syāfi'iyah dan Hanābilah adalah shalāt nya tidak sah secara mutlak, baik ada udzur atau tidak ada udzur.

قال المصنف:

Berkata penulis rahimahullāh :

((وإن صلى الإمام في المسجد والمأموم خارج المسجد قريبا منه وهو عالم بصلاته ولا حائل هناك جاز)) وحد القرب بينهما ثلاث مائة ذراع تقريبا

"Jika Imām shalāt di masjid dan dia(ma'mum) shalāt diluar masjid dan ma'mum itu dekat dengan Imām serta ma'mum tersebut mengetahui shalāt Imām dan tidak ada penghalang antara dia dengan Imām maka sah".

Kata beliau, dan batasan dekatnya adalah 300 dzira' antara keduanya (kira-kira 144 m)

Disini ada perbedaan teks matan yang disebutkan disana ada yang menyebutkan kondisi yang kedua dan ada yang menyebutkan  kondisi ketiga.

Apa itu kondisi kedua dan ketiga? Kita akan ringkaskan dalam penjelasan berikut ini.

*Kondisi yang kedua*

Yang disebutkan didalam matan yang kita sebutkan sekarang bahwasanya Imām berada didalam masjid dan ma'mum berada diluar masjid

*Kondisi yang ketiga*

Kondisi yang ketiga yang disebutkan didalam matan yang lain, Imām dan ma'mum berada diluar masjid.

⇛Untuk keadaan atau kondisi kedua, Imām berada di dalam masjid dan ma'mum diluar masjid maka apabila tidak ada penghalang dan jaraknya sekitar 300 dzira' atau 144 m, maka shalātnya sah dengan mengikuti Imām tersebut.

⇛Dengan melihat Imām secara langsung atau melihat sebagian shaf dari ma'mum, selama dia mengetahui pergerakan Imām atau perpindahan Imām secara langsung tidak ada pembatas maka shalātnya sah.

⇛Keadaan ketiga, Imam dan ma'mum berada diluar masjid.

Maka disini dipersyaratkan sama al 'ilmu (mengetahui) yaitu dengan melihat pergerakan Imām atau perpindahan gerak Imām dengan melihat Imām atau melihat sebagian shafnya tanpa penghalang dengan jarak maksimal 300 dzira' atau sekitar 144 m.

⇛Ini adalah tafria'at atau pengembangan masalah atau perluasan masalah bagi yang berpendapat bahwa shalāt ma'mum sendirian dibelakang imam adalah sah.

Bagi yang memandang itu tidak sah, maka seluruh keadaan ini adalah tidak sah.

Demikian, semoga bermanfaat

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين

Waakhiru dakwah ana walhamdulillah

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS
----------------------------------

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000

📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*

___________________

Senin, 26 November 2018

Ingatlah jika sudah menjadi Istri@Mutiara Islam

🌻 KETIKA SEORANG ISTRI TIDAK LAGI MERASAKAN MANISNYA IMAN DAN NIKMATNYA KETAATAN 🌻

🌺 Tahukah ANDA apa sebabnya..??                                                 

 سألت امــرأة الشيـخ الالبانـﮯ
         رحمه الله فقالت :

🌺 Seorang wanita bertanya kepada syaikh Al Albani rh seraya berkata:

▣ يا شيخ قبل زواجي كنتُ فتاةً صوّامة قوّامة ..أجدُ لذةً للقرآن عجيبة .. والآن فقدتُ حلاوة الطاعات ..

🌺 Wahai syaikh, sebelum menikah, saya adalah seorang pemudi yang banyak berpuasa dan sholat malam, saya juga mendapatkn kelezatan yang menakjubkan saat membaca Al-Qur'an, tapi sekarang saya kehilangan manisnya ketaatan itu.

 قال : ما هي أخبارُ اهتمامك بزوجك  !؟

🌺 Syaikh berkata: Bagaimana hubungan atau interaksi anda dengan suamimu..?

قالت : يا شيخ أنا أسألك عن القرآن والصوم والصلاة وحلاوة الطاعة ..وأنت تسألني عن زوجي ! ؟

🌺 Ia (pemudi) berkata: Ya syaikh, saya bertanya kpd anda tentangg Al-Qur'an, puasa, sholat dan manisnya ketaatan (yg telah hilang). Kok anda malah bertanya tentang suami saya..!?

قال : نعم يا أختي .. لماذا لا تَجدُ بعض النساء حلاوة الإيمان ولذَّة الطاعة وأثر العبادة ؟

🌺 Ya wahai saudariku .. kenapa sebagian wanita (istri) tidak mendapatkan minisnya iman dan kelezatan dalam ketaatan dan ibadah..?

قال صلى الله عليه وسلّم :
(ولا تَجدُ المرأة حلاوة الإيمان حتَّى تؤدِّي حقَّ زوجها) .

🌺 Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: "Dan tidaklah seorang wanita merasakan manisnya iman sampai ia menunaikan hak-haknya terhadap suaminya."
📚(Shahih At Targhib wat Tarhib: (1939)
www.elmajalis.com

🌼 Mutiara Islam 🌼
🔸Telegram : https://telegram.me/mutiaraislam16
🔸Instagram : @mutiaraislam16
🔸Daftar Grup Kajian Mutiara Islam di whats app
✉ Ketik :
Daftar#nama#pekerjaan#kotadomisili#jeniskelamin
Kirim lewat Whats App ke 081219945149
📝 Pendaftaran lewat SMS tidak diterima
-------------------------------------------------------------
Catatan penulis📝:
Jika Saat masih sendiri (belum menikah) mungkin kamu seperti itu,atau termasuk dalam kategori wanita yang rajin ibadah,mungkin..~
Ingatlah,itu karna semata2 hanya mengharap ridho dari Allah sang pencipta yang telah menciptakan kita disini, janga pernah bertujan smua itu karena sesuatu keinginan mu yang ingin dicapai~
Karena sejatinya , Allah maha penyayang Allah pasti tahu apa yang hambanya butuhkan, in syaa Allah..

Jika suatu saat mungkin kamu sudah menikah,
Dan mungkin kamu merasakan hal demikian...

Ingatlah, ketika kamu dalam masa2 penantian , menantikan pertemuan dengan pasangan mu, dimana masa yang sangat membingung kan untuk di ungkapan,saat2 yang kamu benar2 merasakan bagaimana menjadi seorang istri..

Jika rasa lelah itu datang , kenanglah masa itu, dan nikmatilah tugasmu ketika menjadi seorang istri, istri yang memperoleh keberkahan dari Allah, karena baktinya kepada suami,
Istri yang senantiasa bisa menjaga kehormatan suami, dan istri yang shalihah sesuai perintah Allah dan tuntunan Rasulullah salallahu'alayhi wassalam,

Ingatlah betapa dulu kamu menantikan hal itu. .

Wahai wanita karna kamu adalah makhluk lemah yang tercipta dari tulang rusuk pasanganmu, sebagaimana riwayat dalam al qur'an hawa diciptakan untuk Adam Alayhi sallam, waallahua'lam bishawab

Ketahuilah jika rasa itu datang mungkin kamu kurang bersyukur atas nikmat dari Allah,
Banyak2lah bersyukur kepada Allah dan mengingat Allah setiap waktu,carilah nikmat2 yang telah Allah beri kepadamu in syaa Allah kmu akan mendapati suatu kebahagian atau kedamaian,ketentraman tersendiri dalam hatimu

waallahua'alam.. 📌📝

Jumat, 23 November 2018

Materi BIAS "KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 22*

🌍 BimbinganIslam.com
Selasa, 12 Rabiul Awwal 1440 H / 20 November 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 023 | Hadits 22
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H023
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 22*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-23 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Pada halaqah kita sudah sampai hadīts ke-22 yaitu hadīts yang diriwayatkan oleh Abū Saīd Al Khudriy radhiyallāhu ta'āla 'anhu.

Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam bersabda:

الْمَاءَ طَهُورٌ لاَ يُنَجِّسُهُ شَيْءٌ

_"Air itu suci dan mensucikan tidak ternajiskan dengan suatu apapun."_

(Hadīts riwayat Imām Ahmad, At Tirmidzī, Abū Dāwūd dan An Nassā'i)

Hadīts ini berbicara tentang hukum asal air, dimana pada asalnya air itu adalah suci dan mensucikan yaitu bisa digunakan untuk menghilangkan hadats dan juga najis.

Sebagaimana bisa digunakan untuk dikonsumsi selama sebelum berubah dari sifat aslinya baik dari warnanya, aromanya atau rasanya yang disebabkan sesuatu yang najis. Karena jika air tersebut telah tercampur dengan najis dan berubah dari sifat aslinya (warna, bau atau rasanya) maka air tersebut telah dihukumi sebagai air yang najis tidak bisa digunakan lagi untuk bersuci sebagaimana hal ini telah dijelaskan oleh para fuqahā'.

Kemudian Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh menjelaskan bagaimana halnya bila air tersebut berubah dari sifat aslinya dan penyebabnya adalah sesuatu yang suci dikarena tercampur dengan sesuatu yang suci bukan yang najis, contohnya sabun.

Maka beliau mengemukakan air yang seperti ini meskipun telah berubah dari sifat aslinya namun tetap dihukumi sebagaimana hukum asalnya karena keumumam hadīts yang sedang kita bahas pada halaqah kali ini, yaitu air itu suci dan mensucikan selama belum tercampur oleh najis dan berubah dari sifat aslinya.

Kemudian beliau menjelaskan dari hal tersebut bahwa air itu hanya ada dua macam, yaitu:

⑴ Air yang thahur (suci dan mensucikan), yaitu air yang tetap sifat aslinya belum tercampur dengan sesuatu apapun atau air yang dia sudah berubah dari sifat aslinya tapi dikarenakan tercampur dengan sesuatu yang bukan najis, maka hal itu tidak merubah hukum asal air.

⑵ Air yang najis, yaitu air yang telah berubah dari sifat aslinya dikarenakan bercampur sesuatu yang najis, ini jelas tidak bisa digunakan untuk bersuci maupun untuk keperluan yang lain karena sudah menjadi air yang najis.

Kemudian beliau juga menjelaskan hadīts ini memberikan suatu isyarat bahwasanya hukum asal pada air atau sesuatu selain air secara umum asalnya adalah suci dan boleh untuk dimanfaatkan selama belum ada sesuatu dalīl yang menunjukkan perubahan dari hukum asal tersebut.

Ini merupakan satu kaidah yang bisa diterapkan dalam kehidupan.

Bahwasanya hukum asal sesuatu itu suci selama belum ada dalīl yang jelas dan yakin yang menyatakan bahwasanya dia telah berubah dari hukum kesucian tersebut.

Demikian yang bisa kita bahas pada halaqah kita kali ini, in syā Allāh kita lanjutkan hadīts selanjutnya pada halaqah yang akan datang.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت نستغفرك وأتوب إليك

___________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000

📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*

___________________

Rabu, 21 November 2018

Materi BIAS "KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 21*

🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 11 Rabiul Awwal 1440 H / 19 November 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 022 | Hadits 21
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H022
〰〰〰〰〰〰〰

*🌍 BimbinganIslam.com
Senin, 11 Rabiul Awwal 1440 H / 19 November 2018 M
👤 Ustadz Riki Kaptamto Lc
📗 Kitab Bahjatu Qulūbul Abrār Wa Quratu ‘Uyūni Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhbār
🔊 Halaqah 022 | Hadits 21
⬇ Download audio: bit.ly/BahjatulQulubilAbrar-H022
〰〰〰〰〰〰〰

*KITĀB BAHJATU QULŪBIL ABRĀR, HADĪTS 21*


بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-22 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-21. Hadīts yang diriwayatkan oleh Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ . قَالَ الراوي وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ

_"Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, membiarkan jenggot (tanpa dicukur), bersiwak, istinsyāq (menghirup air ke dalam hidung ketika berwudhū'), memotong kuku, membasuh persendian (lipatan pada badan), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, Istinjā' (bersuci) dengan air."_

_Perawi hadīts ini mengatakan, "Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur.”_

(Hadīts riwayat Muslim nomor 261)

Hadīts ini berbicara tentang sepuluh amalan yang dinyatakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam termasuk dari fithrah.

Yang dimaksud dengan fithrah sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh adalah:

الخلقة التي خلق االله عباده عليها، وجعلهم مفطورين عليها

_"Kondisi penciptaan dimana Allāh menciptakan para hamba-Nya dalam kondisi tersebut (kondisi awal mereka diciptakan) dan Allāh jadikan mereka berada dalam kondisi tersebut."_

Kemudian beliau menjelaskan bahwasanya syari'at-syari'at yang Allāh perintahkan kepada manusia secara umum semuanya adalah perkara-perkara yang sesuai dengan fithrah manusia

Dan fithrah tersebut terbagi dalam dua bentuk:

⑴ Amalan atau syari'at yang membersihkan hati dan ruh, (seperti) perintah untuk beriman kepada Allāh.

Ini merupakan syari'at yang sesuai dengan fithrah manusia.

Dimana Allāh menjadikan manusia ketika pertama kali ruh ditiupkan maka ia masih berada dalam keimanan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebelum dia tercemari oleh perbuatan-perbuatan maksiat atau kesyirikan, kekufuran yang dijerumuskan atau dibisikan oleh syaithān.

Ini contoh bentuk syari'at yang sesuai dengan fithrah yang sifat atau fungsinya membersihkan hati dan ruh manusia supaya mereka bersih dari akhlaq-akhlaq yang tercela dan menjadi pribadi yang memiliki akhlaq yang mulia sebagaimana mereka pertama kali Allāh Subhānahu wa Ta'āla ciptakan.

⑵ Amalan yang fungsinya membersihkan zhāhir manusia dan menghilangkan kotoran-kotoran dari tubuhnya.

Dan bentuk dua inilah yang dimaksudkan dalam hadīts yang sedang kita bahas pada halaqah kali ini.

Diantaranya adalah sepuluh amalan yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tersebut yang tujuannya adalah membersihkan anggota tubuh manusia dan menyempurnakan keadaannya supaya dia berada dalam kesehatan dan dia kembali kepada kondisi dimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menciptakannya.

Di antara amalan yang disebutkan tersebut adalah:

⑴ Berkumur-kumur dan melakukan istinsyāq (menghirup air kehidung) yang ini diperintahkan disyari'atkan ketika seseorang sedang melakukan thahārah. Fungsinya untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang ada di hidungnya maupun di mulutnya.

Begitu juga dengan bersiwāk (mengosok giginya dengan kayu siwāk atau dengan alat lain yang fungsinya adalah membersihkan mulutnya).

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

_“Siwāk merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhāan bagi Rabb."_

(Hadīts shahīh riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66)

⑵ Mencukur kumis atau memendekkan kumis agar ketika dia makan atau minum sisa makanan atau minuman tersebut tidak menempel di kumis sehingga diperintahkan untuk dipendekkan (dirapihkan).

⑶ Memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan membersihkan lipatan-lipatan yang ada pada tubuhnya yang itu merupakan tempat kotoran-kotoran.

⑷ Beristinjā' (bersuci) setelah dia buang air besar atau air kecil.

Bahkan Istinjā' ini dijadikan syarat di antara syarat-syarat sahnya shalāt agar najis tidak menempel pada badannya.

Maka perkara-perkara yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hadīts tersebut, kalau kita amati semua ini akan menjadikan manusia kembali kepada fithrah mereka.

Oleh karena itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutnya sebagai amalan fithrah.

Dari sini kita mengetahui bahwasanya syari'at ini memerintahkan agar manusia kembali kepada fithrah baik fithrah secara bathin, dimana diperintahkan perkara-perkara yang membersihkan jiwa manusia dari akhlaq-akhlaq tercela dan mengembalikan kepada akhlaq-akhlaq mulia dan indah yang merupakan fithrah mereka.

Atau amalan-amalan yang mulia dan indah yang merupakan fithrah mereka atau amalan-amalan yang memerintahkan kepada fithrah secara zhāhir yaitu dengan membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang ada pada dirinya.

Bahkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan dalam hadīts lain:

اَلطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْـمَـانِ

_"Bersuci merupakan setengah dari keimanan."_

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

_"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."_

(QS Al Baqarah: 222)

Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh mengatakan:

فالشريعة كلها طهارة وزكاء وتنمية وتكميل

_Maka syari'at ini secara keseluruhan adalah memerintahkan kepada kebersihan dan kesempurnaan serta menganjurkan kepada perkara-perkara yang mulia dan mengharamkan dari hal-hal yang sifatnya rendah._

Wallāhu Ta'āla A'lam

Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kali ini in syā Allāh kita lanjutkan pada hadīts berikut di halaqah mendatang.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت نستغفرك وأتوب إليك

_________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode : 451
| No. Rek : 710-3000-507
| A.N : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000

📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*

___________________

بسم اللّه الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
الحمد لله ربّ العالمين والصلاة والسلام على نبينا محمد وعلى آله وصحبه أجمعين، اما بعد

Kaum muslimin dan muslimat rahīmani wa rahīmakumullāh.

Ini adalah halaqah kita yang ke-22 dalam mengkaji kitāb: بهجة قلوب الأبرار وقرة عيون الأخيار في شرح جوامع الأخبار (Bahjatu Qulūbil abrār wa Quratu 'uyūnil Akhyār fī Syarhi Jawāmi' al Akhyār) yang ditulis oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh.

Kita sudah sampai pada hadīts yang ke-21. Hadīts yang diriwayatkan oleh Āisyah radhiyallāhu ta'āla 'anhā, beliau mengatakan, Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:

عَشْرٌ مِنَ الْفِطْرَةِ قَصُّ الشَّارِبِ وَإِعْفَاءُ اللِّحْيَةِ وَالسِّوَاكُ وَاسْتِنْشَاقُ الْمَاءِ وَقَصُّ الأَظْفَارِ وَغَسْلُ الْبَرَاجِمِ وَنَتْفُ الإِبْطِ وَحَلْقُ الْعَانَةِ وَانْتِقَاصُ الْمَاءِ . قَالَ الراوي  وَنَسِيتُ الْعَاشِرَةَ إِلاَّ أَنْ تَكُونَ الْمَضْمَضَةَ

_"Ada sepuluh macam fitrah, yaitu memotong kumis, membiarkan jenggot (tanpa dicukur), bersiwak, istinsyāq (menghirup air ke dalam hidung ketika berwudhū'), memotong kuku, membasuh persendian (lipatan pada badan), mencabut bulu ketiak, mencukur bulu kemaluan, Istinjā' (bersuci) dengan air."_

_Perawi hadīts ini mengatakan, "Aku lupa yang kesepuluh, aku merasa yang kesepuluh adalah berkumur.”_

(Hadīts riwayat Muslim nomor 261)

Hadīts ini berbicara tentang sepuluh amalan yang dinyatakan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam termasuk dari fithrah.

Yang dimaksud dengan fithrah sebagaimana dijelaskan oleh Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh adalah:

الخلقة التي خلق االله عباده عليها، وجعلهم مفطورين عليها

_"Kondisi penciptaan dimana Allāh menciptakan para hamba-Nya dalam kondisi tersebut (kondisi awal mereka diciptakan) dan Allāh jadikan mereka berada dalam kondisi tersebut."_

Kemudian beliau menjelaskan bahwasanya syari'at-syari'at yang Allāh perintahkan kepada manusia secara umum semuanya adalah perkara-perkara yang sesuai dengan fithrah manusia

Dan fithrah tersebut terbagi dalam dua bentuk:

⑴ Amalan atau syari'at yang membersihkan hati dan ruh, (seperti) perintah untuk beriman kepada Allāh.

Ini merupakan syari'at yang sesuai dengan fithrah manusia.

Dimana Allāh menjadikan manusia ketika pertama kali ruh ditiupkan maka ia masih berada dalam keimanan kepada Allāh Subhānahu wa Ta'āla sebelum dia tercemari oleh perbuatan-perbuatan maksiat atau kesyirikan, kekufuran yang dijerumuskan atau dibisikan oleh syaithān.

Ini contoh bentuk syari'at yang sesuai dengan fithrah yang sifat atau fungsinya membersihkan hati dan ruh manusia supaya mereka bersih dari akhlaq-akhlaq yang tercela dan menjadi pribadi yang memiliki akhlaq yang mulia sebagaimana mereka pertama kali Allāh Subhānahu wa Ta'āla ciptakan.

⑵ Amalan yang fungsinya membersihkan zhāhir manusia dan menghilangkan kotoran-kotoran dari tubuhnya.

Dan bentuk dua inilah yang dimaksudkan dalam hadīts yang sedang kita bahas pada halaqah kali ini.

Diantaranya adalah sepuluh amalan yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tersebut yang tujuannya adalah membersihkan anggota tubuh manusia dan menyempurnakan keadaannya supaya dia berada dalam kesehatan dan dia kembali kepada kondisi dimana Allāh Subhānahu wa Ta'āla menciptakannya.

Di antara amalan yang disebutkan tersebut adalah:

⑴ Berkumur-kumur dan melakukan istinsyāq (menghirup air kehidung) yang ini diperintahkan disyari'atkan ketika seseorang sedang melakukan thahārah. Fungsinya untuk mengeluarkan kotoran-kotoran yang ada di hidungnya maupun di mulutnya.

Begitu juga dengan bersiwāk (mengosok giginya dengan kayu siwāk atau dengan alat lain yang fungsinya adalah membersihkan mulutnya).

Sebagaimana sabda Nabi shallallāhu 'alayhi wa sallam:

السِّوَاكَ مَطْهَرَةٌ لِلْفَمِّ مَرْضَاةٌ لِلرَّبِّ

_“Siwāk merupakan kebersihan bagi mulut dan keridhāan bagi Rabb."_

(Hadīts shahīh riwayat Ahmad, Irwaul Ghalil no 66)

⑵ Mencukur kumis atau memendekkan kumis agar ketika dia makan atau minum sisa makanan atau minuman tersebut tidak menempel di kumis sehingga diperintahkan untuk dipendekkan (dirapihkan).

⑶ Memotong kuku, mencabut bulu ketiak, dan membersihkan lipatan-lipatan yang ada pada tubuhnya yang itu merupakan tempat kotoran-kotoran.

⑷ Beristinjā' (bersuci) setelah dia buang air besar atau air kecil.

Bahkan Istinjā' ini dijadikan syarat di antara syarat-syarat sahnya shalāt agar najis tidak menempel pada badannya.

Maka perkara-perkara yang disebutkan oleh Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam di dalam hadīts tersebut, kalau kita amati semua ini akan menjadikan manusia kembali kepada fithrah mereka.

Oleh karena itu Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutnya sebagai amalan fithrah.

Dari sini kita mengetahui bahwasanya syari'at ini memerintahkan agar manusia kembali kepada fithrah baik fithrah secara bathin, dimana diperintahkan perkara-perkara yang membersihkan jiwa manusia dari akhlaq-akhlaq tercela dan mengembalikan kepada akhlaq-akhlaq mulia dan indah yang merupakan fithrah mereka.

Atau amalan-amalan yang mulia dan indah yang merupakan fithrah mereka atau amalan-amalan yang memerintahkan kepada fithrah secara zhāhir yaitu dengan membersihkan diri dari kotoran-kotoran yang ada pada dirinya.

Bahkan Rasūlullāh  shallallāhu 'alayhi wa sallam menyebutkan dalam hadīts lain:

اَلطُّهُوْرُ شَطْرُ الإِيْـمَـانِ

_"Bersuci merupakan setengah dari keimanan."_

Dan Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

إِنَّ ٱللَّهَ يُحِبُّ ٱلتَّوَّٰبِينَ وَيُحِبُّ ٱلْمُتَطَهِّرِينَ

_"Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri."_

(QS Al Baqarah: 222)

Syaikh Abdurrahmān bin Nāshir As Sa'dī rahimahullāh mengatakan:

فالشريعة كلها طهارة وزكاء وتنمية وتكميل

_Maka syari'at ini secara keseluruhan adalah memerintahkan kepada kebersihan dan kesempurnaan serta menganjurkan kepada perkara-perkara yang mulia dan mengharamkan dari hal-hal yang sifatnya rendah._

Wallāhu Ta'āla A'lam

Demikian yang bisa kita kaji pada halaqah kali ini in syā Allāh kita lanjutkan pada hadīts berikut di halaqah mendatang.


وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه  وسلم
والسلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته
سبحانك اللهم وبحمدك أشهد أن لا إله إلا أنت نستغفرك وأتوب إليك

_________________

🏦 *Salurkan Donasi Dakwah Terbaik Anda* melalui :

▪ *Bank Syariah Mandiri (BSM)*
| Kode        : 451
| No. Rek   : 710-3000-507
| A.N           : YPWA Bimbingan Islam
| Kode akhir nominal transfer : 700
| Konfirmasi : 0878-8145-8000

📝 *Format Donasi : Donasi Dakwah BIAS#Nama#Nominal#Tanggal*

___________________